Berbagai
penyakit generative saat ini cenderung menyerang ke lingkup usia yang semakin
muda, salah satu pemicunya adalah pola hidup yang kurang sehat, seperti
kurangnya istirahat, kurang olahraga dan juga asupan makanan yang cenderung
praktis seiring dengan gaya hidup di perkotaan yang menuntut serba cepat.
Membeli
makanan di luar rumah, menjadi salah satu pilihan ditengah kesibukan pekerjaan,
ditambah dengan kemacetan lalulintas yang membuat semakin terbatasnya waktu di rumah
untuk memasak.
Namun
ketika kita memilih untuk membeli makanan di luar, terkadang faktor keamanan
dari pembungkus makanan sering terabaikan/luput dari perhatian kita.
Salah
satu bahan pembungkus makanan yang paling banyak digunakan secara luas adalah
kertas.
Kertas
merupakan material yang harganya murah dan cenderung lebih ramah lingkungan
karena dapat didaur ulang.
Kertas
daur ulang berasal dari kertas Koran, majalah, buku atau boks karton bekas yang mengandung bahan
berbahaya seperti timbal dari tinta cetak, bahan perekat, parafin, dan jenis
bahan kimia lainnya.
Terdapat
beberapa jenis kertas daur ulang yang umum sebagai bahan pembungkus makanan.
Dua di antaranya paling sering kita temui sehari-hari yaitu:
1. ONP (old
newspaper/old news print) atau kertas bekas dari koran cetak dan fotokopian
b. Banyak
dijadikan sebagai bahan baku kotak/dus kemasan makanan, ciri-cirinya adalah
warna abu-abu dan berbintik-bintik warna hitam di bagian dalam.
2. OCC (old
corrugated containers) atau kertas bekas karton boks,
a. Ciri-ciri ; Berwarna coklat dan berbintik-bintik warna
hitam.
b. Banyak
digunakan sebagai kertas pembungkus makanan.
Harganya
yang murah menjadikan kertas daur ulang banyak dimanfaatkan oleh para pedagang
makanan sebagai pembungkus, contohnya pedagang gorengan, nasi padang, dan
warteg.
Tidak
hanya bisnis UMKM saja, banyak pengusaha makanan di level menengah ke atas
seperti kafe dan restoran ternama yang masih menggunakan kertas daur ulang
untuk packaging produk mereka.
Faktor efisiensi
anggaran / penghematan atau
bisa jadi karena ketidaktahuan
menjadi alasan.
Penggunaan
kertas hasil daur ulang untuk kemasan non makanan, seperti kertas kado atau pembungkus barang lainnya, relatif tidak membahayakan
kesehatan. Lain halnya jika hasil daur ulang tersebut digunakan sebagai wadah
atau bungkus makanan.
Bahaya
yang mengintai di balik pembungkus makanan yang berbahan ONP dan OCC sungguh
nyata. Hasil riset APKI (Asosiasi Pengusaha Kertas Indonesia) bersama dengan LIPI
menunjukkan bahwa sebelum diproses di pabrik, ONP dan OCC ditumpuk di area
terbuka yang langsung terpapar terik matahari, debu, kotoran, hingga air hujan.
kandungan bakteri dalam kertas nasi yang terbuat dari kertas daur ulang adalah
sebanyak 1,5 juta koloni/gram.
Dalam
pengujian laboratorium di sampel kertas daur ulang, ada kandungan logam berat,
formaldehid, klorofenol, dan falat. Akumulasi falat dan logam berat di tubuh
memicu gangguan hormone dan ginjal, senyawa kimia lain bersifat karsinogenik
(pemicu kanker), kata Jessica Yonaka dari Komite Humas dan Hubungan
Internasional Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia dalam diskusi “keamanan
Kemasan Pangan”, Selasa 16Mei 2017 di Jakarta seperti termuat dalam Harian
KOMPAS, 17 Mei 2017
Lalu
bagaimana sebaiknya kita menyikapi isu ini?
Dikutip dari Antaranews, Jumat (6/11/2015), pengamat industri kertas Muhammad Adjidarmo menghimbau agar masyarakat cerdas memilih kemasan makanan yang memiliki label food grade, suatu material yang memenuhi syarat digunakan untuk memproduksi perlengkapan makan
Supreme Paper |
"Memilih menggunakan kertas kemasan makanan
food grade merupakan wujud kepedulian
kepada kesehatan konsumen"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar